[Ramadantis, 08]
Ramadantis, aku menulis ini
di bawah gemerlap kartika dan
lembutnya sentuh kulit paha
Aku menulis ini seraya merapal
doa dengan harap dikabulkan
oleh yang Maha segala.
Waktu sudah bermain, Rama. Ia
menunjukkan aku segala yang ada
di buana. Anggara yang membara
jua alum yang mengulum.
Waktu sudah berjalan, Rama. Ia
menggandengku seakan ingin
aku berjalan lebih cepat dari biasanya.
Dan aku—bisa. Malah aku berlari
tanpa tengok kanan kiri.
Ramadantis, malam ini aku melepasmu.
Aku melepasmu dengan sungguh
yang tangguh tanpa keluh yang 'tak
dibutuh. Aku melepasmu dengan pelan
tanpa gesa yang akan membuatnya
melamban. Aku melepasmu dengan
embus napas lega—tidak ada sesal di
dada.
Rama, aku melepasmu bukan berarti
aku sudah tidak mencintaimu. Bukan
berarti kenang sudah hilang di kening.
Bukan berarti pulangku sudah tidak
terhalang palang. Bukan berarti hati
sudah merdeka tiap hari
Melainkan aku melepasmu karena
bahagiamu bukan padaku. Tawamu
lebih mekar kerap kali engkau dengan
juitamu. Senyummu mengembang
seakan ia tidak tahu cara pulang kecuali
pada mata wanita itu
Dan aku—siapa? Hanya perbatasan
ketika engkau mencari arah rumah
'tuk pulang dan merebah.
Rama, bukannya aku tidak ingin.
Malah sangat. Sangat ingin. Tapi
yang di sana—ada yang
pantas mendapat cintamu dengan lebih.
Sedang aku— setengah tetes dari
darahmu pun—tidak.
Semoga bahagia. Semoga semesta
memberi
yang disemogakan oleh jiwa.
Semoga saja. Semoga.
— Luar Bumi.
#darkesthour
Tidak ada komentar:
Posting Komentar