[Kata Adalah Kita]
Syair-syair yang randau
bagai peluk hangat
beberapa bunga di pangkal tanah
seperti sebiji doa yang memekar
kau semai dengan senyum tanpa tenun
hanyalah sebuah ketulusan sebuah air mata tanpa alasan
Tatkala pudar beberapa kiasan—tertinggal sebait puisi yang telanjang
seperti teduh bulan di langit merah tanpa penyesalan
semanis ucapanmu sepeluk dekap pertemuan
Kata-kata tak pernah menjadi siapa pun
hanyalah abjad-abjad penuh mantra
sebuah angan dan ingin
dalam reda dan dera yang redam
Kala kita mengucap hagia
sesederhana tangisan
mengalir hingga sembab
atau menerus dan memakna
menjadi hujan—atau badai sekalipun
Seperti katamu
tiada rupa paling purna
hanyalah karsa penelisik jawab
tiada perih paling lirih
hanyalah sepi dalam riuh diam-diam
Kita tak pernah pandai berkata-kata
hanyalah menjadi-jadi sebuah doa dalam mimpi
ketidakpastian yang terus diutarakan
Dalam ungkapan-ungkapan
bahkan rahasia segala umpatan
perihal dirimu dan diriku dalam bungkam bibir yang beku
Sediam ciumanmu
pada kata-kata
yang mati sebagai kita
dan kita menjelma angan-angan
suci dalam keterbatasan
Sedu sedih
tenang tentram
lirih dan lara
kata-kata tak lagi ada
ia menjelma kita
Jakarta Di Ujung Pena
— Rizky Adriansyah
Hihi punyakuuuuuu
BalasHapus