Rabu, 23 Oktober 2019

Dan aku masih mengingatnya, kawan
Saat laskar rakyat berpulang ke rumahnya
Mereka dulu duduk di atapnya berselesa
Pekik suara dan panji-panji sakral dikobarkan
Memohon sekali lagi untuk janji yang tertunda

Selepas itu pun tiada yang benar-benar tahu
Kapan keadilan yang katanya murah harganya
Bisa dimiliki mereka yang beratapkan langit merah
Dan para muda bestari yang tak henti-hentinya
Memurnikan niat demi masa depan bangsa

Agen-agen perubahan yang teramat tangguh
Wajah mereka terlukis pada bendera-bendera
Yang tengah membentangkan sayap dwiwarnanya
Di sekolah-sekolah, kantor-kantor, dan trotoar jalan

Kini alarm demokrasi berbunyi, mereka pun menanggapi
Satu per satu mereka maju, langit pun ikut jadi saksi
Tujuh tuntutan yang dilaungkan pada nara-nara tuli
Tukang sampah, buruh tani, juru berita, ikut mengamini

Aku bergetar melihat bendera itu lagi, kawan
Seorang pemuda membentangkannya kuat-kuat
Di depan kisi-kisi pagar Taman Kanak-Kanak itu
Ia dan seribu pemuda lainnya hendak berpulang
Meski mata sudah sayu dan kaki nyaris roboh
Begitu meriah sambutannya, para penjaga pun
Tak segan-segan meludahi gegap gempitanya
Dan bendera itu dengan beratus liter tembakan air
Seolah melupakan kobaran api di tanah seberang

Kawan, kita sudah berjuang sehormat-hormatnya
Dan tak diterima di rumah, bagai gelandangan
Lalu, di mana lagi kita akan berpulang?

— Lintang Punarbawa
#Nozdorevelation

Tidak ada komentar:

Posting Komentar