[ Pada Hari Ulang Tahunku, Aku “Bunuh Diri” ]
Semalam sebelum tiba jam dua belas, aku duduk di dalam kekosongan kamarku di atas lantai tanpa alas. Kegelapan menyelimutiku, mengekang seolah dia berdiri di sana tanpa batas. Aku was-was, perkara banyak hal yang belum tuntas.
Aku cemas, bagaimana kalau ternyata aku tidak bisa menyelesaikan apa yang sudah seharusnya aku selesaikan dalam waktu dekat? Sementara energiku terkuras dan aku sekarat. Aku takut dan ketakutan ini menenggelamkanku ke dalam samudera rasa kalut hingga tidak ada cahaya di sorot mataku kecuali badai dan kemelut.
Denting jam dua belas kemudian berbunyi, aku bertambah usia hari ini dan perasaan ingin mengakhiri nyawa sendiri itu datang lagi. Aku lelah dengan semua rasa sakit yang kualami, pertempuran internal dengan diri sendiri yang kupikir berat sekali. Aku letih dengan semua ini dan kupikir mati adalah sebaik-baiknya lari.
Ada monster serigala menancapkan kedua taring raksasanya di dalam kepala, dia meminta darah. Dia ingin aku meregang nyawa. Bimbangku tak kunjung reda hingga pukul satu tiba, hanya linang air mata yang menemaniku sambil menatap angkasa.
Pejamku membawaku ke banyak peristiwa yang sudah-sudah. Melintas di benakku bayangan mereka. Segala pahit yang dihujam ke ulu dadaku bahkan sejak aku masih berbentuk janin di dalam rahim bunda. Juga berlalu-lalang wajah-wajah yang telah memberiku luka sampai kulihat musuh terbesarku justru ada di dalam rumahku sendiri yang kukira istana.
Kulihat tawa mereka semua kalau aku menyerah setelah sebegini jauh melangkah. Kulihat seringai mereka bagai gigi-gigi runcing pemangsa di belantara. Kalau aku mati, mereka sama sekali tidak berduka. Tadinya alasan itu memperkuat aku ingin selesai saja, tapi kulihat seseorang di sana, seseorang yang paling kucinta dan demi nama darah, nanah dan seribu luka di kulitku yang belum juga memudar warnanya— demi Tuhan, aku bersumpah, aku tidak akan menyerah.
Kini kematian adalah sahabat bagiku, aku menyalaminya di hari ulang tahunku. Aku menyalaminya sebagai teman lama dan bukan lagi musuh. Sebab sesungguhnya siapapun yang tidak berdamai dengan mati, mungkin tidak akan pernah benar-benar merasai hidup sejati.
Pada hari ulang tahunku, aku bunuh diri. Aku membunuh diriku yang selalu takut kepada buruk yang sudah kulakukan di satu waktu, aku membunuh diriku yang selalu muram akan semua durja dan berusaha melenyapkannya dengan wajah seribu topengku yang lainnya. Aku membunuh diriku yang selalu ragu. Aku membunuh diriku yang gemetar tiap kali medan perang memanggil namaku tanpa gentar.
Aku membunuh diriku yang itu. Dan kini kuhidupkan aku yang baru. Aku yang akan membantai semua halang di depan muka, aku yang akan memenangkan pertarungan ini sejadi-jadinya.
Dulu mereka menganggapku bagai seekor peliharaan rumah yang manja, mereka salah. Aku seekor naga. Dan aku tidak akan menyerah.
Tidak sebelum di ujung taringku ada darah. Darah mereka.
— Apinja Anastasia
#maidenoffire
Tidak ada komentar:
Posting Komentar