Selasa, 22 Oktober 2019

Di titik kenangan yang mulai renta,
kasihku masih saja terus mengurai
sebab bayangmu makin membuai

Di bibir masa yang mulai terbata,
hingga kini masih saja aku meragu
tanya mengapa sesak mengganggu

Di raut yang meneteskan air mata,
tangisku pecah bak hancur mayapada
tidak sanggup menakwilkan tanda

Di nadir gabungkan segala memori,
kau menjadi satu-satunya yang kucari
sendiri dalam hati senantiasa berdikari

Atas harapan yang secara perlahan hilang,
kita seperti sembunyi bersama mihrab cinta
kau memilih bungkam dengan segenap lejar
sedang aku kembali termangu oleh memar

Setelah aku dan kau berakhir, kita hanya menjelma
sepasang hampir. Biarkan nantinya kisah-kisah
baru hadir sangat mahir melalui garis takdir.

Akan kuhanyutkan luapan rasa ke sudut dirgantara,
kuhempaskan seluruh lara, sekaligus musnahkan
helai-helai rindu agar mereka lepas mengudara.

Simpan cerita kita lewat aksara, menuntun kata
bersuara seraya bermetamorfosis kejora dan
aurora untuk kemudian dikalungkan di alur asmara.

— nurauliasari, Impresi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar